Advertisement
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah “, Korupsi “, dalam Mata Kuliah Ilmu Sosial Dan Budaya
Dasar. Makalah ini di buat sesuai dengan tujuan yang akan di capai pada setiap
perkuliahan yang di laksanakan. Kamai merasakan sangat bermanfaat dengan
menyelesaikan makalah ini, tidak hanya wawasan mengenai dunia keolahragaan yang
sesuai fakultas kami Fakultas Ilmu Keolahragaan namun menambah banyak wawasan
mengenai kehidupan sosoial dan lingkungan yang ada.
Dengan menyelesaikan Makalah ini, tidak
jarang kami menemui kesulitan. Namun kami akan berusaha sebaik mungkin untuk
menyelesaikannya. Dengan selesainya
makalah ini, Semoga dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Kami menyadari makalah ini jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran, dari semua
pihak yang membaca. Kritik dan saran yang akan anda berikan akan berguna bagi
kami untuk membuat makalah menjadi lebih baik . terima Kasih
Yogyakarta, 22 Mei
2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................................
Kata pengantar...........................................................................
Daftar isi....................................................................................
Bab I Pendahuluan
A.
Latar belakang
B.
Rumusan masalah
C.
Tujuan masalah
Bab II Landasan Teori
A.
Pengertian Korupsi
B.
Faktor penyebab terjadinya korupsi
C.
Korupsi yang terjadi di Indonesia
D.
Cara mencegah dan memberantas korupsi
Bab III Pentup
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Bab IV Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kemajuan suatu negara
sangat ditentukan oleh kemampuan dankeberhasilannya dalam melaksanakan
pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan
mencakup semua aspek kehidupanmasyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat
darikeanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia
bukanlahmerupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitassumber
daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segipengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dankepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di
Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social(penyakit social) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Korupsi telahmengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar. Namunyang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan
pengurasankeuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air.
Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalahdapatkah
korupsi diberantas ? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin
maju,adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas
korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling
rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannyadibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat
membawanegara ke jurang kehancuran.
B. Rumusan masalah
A.
Apa pengertian Korupsi ?
B.
Apa saja faktor penyebab terjadinya korupsi ?
C.
Apa saja contoh korupsi di indonesia?
D.
Bagaimana cara mencegah dan memberantas korupsi ?
C. Tujuan
Mengetahui pengertian korupsi dan mengetahui faktor penyebab danmengetahui
bagaimana cara mencegah korupsi dan menambah wawasan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak[1].
Dari sudut pandang
hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
·
perbuatan melawan
hukum,
·
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·
memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana
korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
·
memberi atau
menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·
penggelapan dalam
jabatan,
·
pemerasan dalam
jabatan,
·
ikut serta dalam
pengadaan (bagi pegawai negeri)
·
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang
luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul
di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi
atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas
dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya,
sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari
negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi
atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang
tidak legal di tempat lain.
2.
Faktor penyebab terjadinya korupsi
- Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang
tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering
terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
- Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
- Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
- Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah
besar.
- Lingkungan tertutup yang mementingkan diri
sendiri dan jaringan "teman lama".
- Lemahnya ketertiban hukum.
- Lemahnya profesi hukum.
- Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
- Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya
gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin
hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara
lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi
sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....."
namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena
banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya
gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan
banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan
pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan
meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam
tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia
Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan
bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot
sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar
cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi
demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka
mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". (
Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
- Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau
mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan
umum.
- Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah
penyuapan atau "sumbangan kampanye".
4. Daftar
kasus korupsi di Indonesia
- Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas
tindak korupsi di tujuh yayasan
- Pertamina: dalam Technical
Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas
- Bapindo: pembobolan di Bank
Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy
Tansil
- HPH dan dana
reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen
Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
- Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
- Abdullah
Puteh: korupsi APBD.
·
M Nazarudin : Korupsai
APBD kasus proyek Hambalang
- Alfian Andi
Malarangeg : Korupsi kasusu proyek Hambalang
- Lutfhi Hasan Isqak :
Korupsi
impor daging sapi
- Ahmad Fatanan : : Korupsi
impor daging sapi
5.
Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Di
dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi
periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang
bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun
untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang
bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta
nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan
diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat
sipil, hingga dunia usaha.
Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi
yaitu :
Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.
Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.
Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.
Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat sasara
Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.
Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.
Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.
Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat sasara
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Korupsi
adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yangsecara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang negarauntuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
B.
Saran
Korupsi merupakan faktor utama penyebab masalah sosial, korupsi harus kita
cegah dan harus kita hindari, pencegahan korupsi berawaldari lingkungan
keluarga, keluarga harus berperan aktif untuk mendidik dan mengajarkan tentang
pentingnya sebuah kejujuran, dan tentunya harus dimulai dari diri pribadi kita
masing masing.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Hermianto. Winarno. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT.bumi
aksara.
Bambang S. Mintargo. 1986. Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Universitas
Trisakti.
http://stkip.files.wordpress.com/2011/05/isbd.pdf
Tag :
MAKALAH
0 Komentar untuk "makalah masalah korupsi"